“Eksplorasi Potensi Kampung Kuin, Banjarmasin”
Penulis: Hidayati Rahimah, S.Pd
Kampung Kuin merupakan sebuah kampung di kota Banjarmasin, merupakan wilayah yang dilintasi oleh Sungai Kuin dan dominan dihuni oleh masyarakat suku Banjar. Kelurahan yang dilintasi oleh sungai kuin yaitu kelurahan Kuin Utara dan Pangeran yang terletak kecamatan Banjarmasin Utara, dan kelurahan Kuin Cerucuk, Kuin Selatan, dan sebagian Belitung Utara yang terletak di kecamatan Banjarmasin Barat. Pada zaman dulu, Kota Banjarmasin memiliki kedudukan sebagai ibukota kerajaan Banjar yang berfungsi pula sebagai kota perdagangan (market city), tepatnya berpusat di kampung Kuin. Kota Banjarmasin terkenal dengan sebutan “Kota Seribu Sungai”, secara geografis terletak pada dataran rendah dengan ketinggian -0,16 mdpl, tersusun atas banyak delta dan aliran sungai besar maupun kecil, serta dengan kondisi daratan umumnya lahan basah. Keberlangsungan hidup masyarakat Banjar dulunya dominan dilakukan di daerah perairan atau sungai, sehingga membuat adanya keberadaan aktivitas peradaban manusia seperti pasar terapung Muara Kuin yang tetap aktif hingga saat ini. Faktor perdagangan yang diiringi kontak antarberagam suku membuat Banjarmasin berfungsi sebagai wadah pembauran dan akhirnya berkembang menjadi pelabuhan terkenal serta pusat perdagangan di Kalimantan. Kampung Kuin memiliki beberapa potensi lokal yang ada di kampung Kuin seperti aspek lingkungan, sosial dan ekonomi yang dapat menunjang pariwisata.
A. Ekonomi
Aspek ekonomi yang terdapat di Kampung Kuin yaitu adanya pasar Terapung Muara Kuin. Pasar terapung merupakan atraksi wisata yang merupakan hasil peradaban suku Banjar yang telah dikenal oleh dunia internasional. Lokasi pasar terapung di Kalimantan Selatan sejak zaman dulu terdapat di 2 lokasi, yaitu pasar terapung Muara Kuin yang berlangsung di atas sungai Barito dan pasar terapung Lok Baintan yang berlangsung di atas sungai Martapura, Kabupaten Banjar. Namun, sejak tahun 2013 pemerintah kota Banjarmasin berupaya mengambil kebijakan dengan mengadakan aktivitas pasar terapung baru di tengah pusat kota Banjarmasin tepatnya di atas sungai Martapura di sepanjang siring Jl. Piere Tendean. Adanya pasar terapung Siring Tendean ini membuat masyarakat lebih mudah mengakses pasar terapung dari tepi jalan dengan adanya tangga turun menuju sungai dan dapat melakukan aktivitas jual beli dan susur sungai dari pukul 16.00-19.00 WITA setiap hari sabtu dan pukul 06.00-11.00 WITA setiap hari minggu.
Aktivitas pasar terapung Muara Kuin dirasakan semakin menurun, namun tetap menjadi tujuan utama bagi para wisatawan yang ingin menikmati wisata susur sungai dengan trek yang lebih jauh dan atraksi yang lebih beragam. Pasar terapung Muara Kuin beraktivitas setiap hari dari pukul 04.30-07.00 WITA, sehingga wisatawan harus berangkat sejak pagi buta agar tidak melewatkan momen atraksi wisata ini. Produk wisata yang paling menarik yang dapat wisatawan dari tempat ini adalah sarapan di pagi hari dan berbelanja dari para pedagang yang menjajakan makanan, kue tradisional, sayuran, buah, hasil kebun, tanaman pekarangan, maupun barang masyarakat lokal lainnya lainnya. Selain itu, wisatawan dapat merasakan wisata kuliner dengan sarapan membeli soto Banjar dari perahu yang berjualan, pengalaman yang didapatkan adala makan makanan berkuah di atas tranportasi air yang sering bergoyang. Jika wisatawan ingin makan dengan lebih sederhana, maka bisa mencoba sarapan dengan menu nasi Kuning yaitu nasi dengan lauk ayam, ikan, telur atau daging sapi dengan sambal khas yang disebut Masak Habang. Wisatawan dapat pula menikmati kue tradisional menggunakan sebatang kayu panjang yang ujungnya dipasang paku agar kue dapat menancap dan terambil dari perahu sebelah.
Wisata kuliner yang menjadi ciri khas di kampung Kuin adalah soto Banjar, masyarakat Banjar lebih familiar dengan sebutan Soto Kuin. Identitas menu tersebut mencerminkan adanya indikasi geografis yang berasal dari kampung Kuin. Penulis pernah melakkan wawancara dengan salah satu pemiliki usaha kuliner di Kuin Utara, beliau menuturkan bahwa soto Banjar dulunya merupakan menu yang berawal dan berkembang dari kampung Kuin kemudian daerah lain di sekitarnya mulai berkembang mengikuti.
B. Lingkungan
Aspek lingkungan yang terdapat di Kampung Kuin yaitu keanekaragaman ekosistem sungai di sepanjang sungai Kuin dan sungai Barito, serta keberadaan Pulau Kembang. Jika berkunjung ke pasar terapung Muara Kuin, sebagian besar wisatawan juga melanjutkan perjalanan menuju pulau Kembang. Pulau Kembang merupakan sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni yang terletak di tengah perairan sungai Barito, dijadikan sebagai hutan wisata alam dengan tipe ekosistem lahan basah. Pulau Kembang dominan dihuni oleh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan bekantan (Nasalis larvatus), selain itu terdapat berbagai jenis mamalia lain, herpetofauna, nekton, burung, serta berbagai flora khas lahan berbagai jenis mangrove air tawar. Pulau Kembang secara administratif dan dikelola oleh kabupaten Barito Kuala.
Aspek lingkungan yang terdapat di Kampung Kuin yaitu keanekaragaman ekosistem sungai di sepanjang sungai Kuin dan sungai Barito, serta keberadaan Pulau Kembang. Jika berkunjung ke pasar terapung Muara Kuin, sebagian besar wisatawan juga melanjutkan perjalanan menuju pulau Kembang. Pulau Kembang merupakan sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni yang terletak di tengah perairan sungai Barito, dijadikan sebagai hutan wisata alam dengan tipe ekosistem lahan basah. Pulau Kembang dominan dihuni oleh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan bekantan (Nasalis larvatus), selain itu terdapat berbagai jenis mamalia lain, herpetofauna, nekton, burung, serta berbagai flora khas lahan berbagai jenis mangrove air tawar. Pulau Kembang secara administratif dan dikelola oleh kabupaten Barito Kuala.
C. Sosial
Aspek sosial khususnya kebudayaan yang terdapat di Kampung Kuin yaitu pengrajin Tanggui, pengrajin Tajau, kompleks makam Sultan Suriansyah dan masjid Sultan Suriansyah. Tanggui adalah topi yang terbuat dari daun rumbia atau nipah, digunakan turun-temurun oleh masyarakat Banjar untuk melindungi diri dari aktivitas di bawah terik matahari, mirip seperti topi caping namun berbentuk setengah lingkaran bukan kerucut. Tanggui dominan dipakai oleh para pedagang di pasar terapung untuk berjualan dan petani ketika berladang. Pengrajin tanggui masih banyak ditemukan di daerah sekitar dermaga pasar terapung Muara Kuin, Alalak Selatan. Beberapa masyarakat memiliki kebiasaan menganyam tanggui di titian dermaga yaitu dengan berkumpul membentuk kelompok kecil di sore hari. Selain tanggui, di kampung Kuin terdapat pula hasil kerajinan masyarakat berupa tajau. Tajau adalah gentong besar penampung air yang terbuat dari semen dan masih dibuat secara tradisional, digunakan turun-temurun oleh masyarakat untuk menampung air minum dan diletakkan di dapur atau dekat perapian. Pengrajin tanjau masih dapat ditemukan di daerah sekitar masjid bersejarah Sultan Suriansyah, Kuin Utara. Berdasarkan kebijakan pemerintah kota terkait ciri khas berbagai kampung di kota Banjarmasin, kampung Kuin mendapatkan predikat sebagai “Kampung Tajau”. Namun hal tersebut faktanya pengrajin tajau belum terbina secara khusus oleh pemerintah kota maupun promosi terkait potensi kampung.
Kampung Kuin merupakan daerah bersejarah sebagai asal-usul peradaban kota Banjarmasin maupun masyarakat suku Banjar di Kalimantan. Kampung Kuin di masa lampau merupakan pusat dari kerajaan Banjar, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya bukti peninggalan sejarah dan peradaban suku Banjar yang mencolok di kampung ini. Kondisi di kampung ini yaitu terdapat Masjid Bersejarah Sultan Suriansyah, Kompleks Makam Sultan Suriansyah, dan beberapa rumah masyarakat bergaya arsitektur Banjar di sepanjang jalan pinggiran sungai Kuin yang masih aktif dihuni hingga saat ini. Selain aspek wisata susur sungai ke pasar terapung dan pulau Kembang, sejak lama telah berkembang wisata sejarah yaitu ziarah Sultan Suriansyah. Sultan Suriansyah merupakan raja dari kerajaan Banjar yang pertama kali memeluk Islam, peristiwa ini dijadikan sebagai hari jadi kota Banjarmasin tepatnya sejak 24 September 1526. Pengalaman wisata sejarah yang dapat dirasakan oleh wisatawan umumnya adalah beribadah di masjid bersejarah Sultan Suriansyah, kemudian melanjutkan berziarah di makam para pemimpin kerajaan Banjar, serta terdapat museum peninggalan purbakala hasil peradaban masyarakat dan kerajaan Banjar yang terletak dalam kompleks makam Sultan Suriansyah. Eksplorasi berbagai potensi di kampung Kuin Banjarmasin berdasarkan pengelompokan beberapa aspek dapat menjadi acuan untuk rencana pengembangan wilayah.
Pemerintah kota Banjarmasin pada tahun 2017 mulai berupaya mengembangkan potensi beberapa kampung dengan tingkat kunjungan sudah cukup besar seperti di wilayah kampung Kuin dengan merintis pembentukan pokdarwis. Pemerintah kota Banjarmasin pada tahun 2018 memiliki tujuan sekaligus tema hari jadi ke-492 yaitu “Memantapkan Banjarmasin sebagai Kota Sungai Berbasis Ekonomi Kreatif dan Smart City”. Terkait mewujudkan ekonomi kreatif di masyarakat, kuliner merupakan salah satu dari 16 subsektor ekonomi kreatif yang berpotensi besar untuk dikembangkan di kampung Kuin terutama adanya kuliner khas seperti soto Banjar/soto Kuin. Selain itu, terdapat 5 proses tahap pengembangan ekonomi kreatif yan perlu dijalani yaitu tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi dan konservasi. Berdasarkan hal-hal yang telah dieksplorasi sebagai potensi kampung, dapat menjadi basis data dalam menentukan langkah yang dilakukan dalam menjalani 5 proses tersebut. Pada tahapan akhir yaitu konservasi, terdapat nilai-nilai seperti konservasi budaya, sejarah dan lingkungan yang dapat dilakukan. Pariwisata merupakan sistem terpadu yang dapat dikembangkan di wilayah ini dengan mengedepankan prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).
Aspek sosial khususnya kebudayaan yang terdapat di Kampung Kuin yaitu pengrajin Tanggui, pengrajin Tajau, kompleks makam Sultan Suriansyah dan masjid Sultan Suriansyah. Tanggui adalah topi yang terbuat dari daun rumbia atau nipah, digunakan turun-temurun oleh masyarakat Banjar untuk melindungi diri dari aktivitas di bawah terik matahari, mirip seperti topi caping namun berbentuk setengah lingkaran bukan kerucut. Tanggui dominan dipakai oleh para pedagang di pasar terapung untuk berjualan dan petani ketika berladang. Pengrajin tanggui masih banyak ditemukan di daerah sekitar dermaga pasar terapung Muara Kuin, Alalak Selatan. Beberapa masyarakat memiliki kebiasaan menganyam tanggui di titian dermaga yaitu dengan berkumpul membentuk kelompok kecil di sore hari. Selain tanggui, di kampung Kuin terdapat pula hasil kerajinan masyarakat berupa tajau. Tajau adalah gentong besar penampung air yang terbuat dari semen dan masih dibuat secara tradisional, digunakan turun-temurun oleh masyarakat untuk menampung air minum dan diletakkan di dapur atau dekat perapian. Pengrajin tanjau masih dapat ditemukan di daerah sekitar masjid bersejarah Sultan Suriansyah, Kuin Utara. Berdasarkan kebijakan pemerintah kota terkait ciri khas berbagai kampung di kota Banjarmasin, kampung Kuin mendapatkan predikat sebagai “Kampung Tajau”. Namun hal tersebut faktanya pengrajin tajau belum terbina secara khusus oleh pemerintah kota maupun promosi terkait potensi kampung.
Kampung Kuin merupakan daerah bersejarah sebagai asal-usul peradaban kota Banjarmasin maupun masyarakat suku Banjar di Kalimantan. Kampung Kuin di masa lampau merupakan pusat dari kerajaan Banjar, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya bukti peninggalan sejarah dan peradaban suku Banjar yang mencolok di kampung ini. Kondisi di kampung ini yaitu terdapat Masjid Bersejarah Sultan Suriansyah, Kompleks Makam Sultan Suriansyah, dan beberapa rumah masyarakat bergaya arsitektur Banjar di sepanjang jalan pinggiran sungai Kuin yang masih aktif dihuni hingga saat ini. Selain aspek wisata susur sungai ke pasar terapung dan pulau Kembang, sejak lama telah berkembang wisata sejarah yaitu ziarah Sultan Suriansyah. Sultan Suriansyah merupakan raja dari kerajaan Banjar yang pertama kali memeluk Islam, peristiwa ini dijadikan sebagai hari jadi kota Banjarmasin tepatnya sejak 24 September 1526. Pengalaman wisata sejarah yang dapat dirasakan oleh wisatawan umumnya adalah beribadah di masjid bersejarah Sultan Suriansyah, kemudian melanjutkan berziarah di makam para pemimpin kerajaan Banjar, serta terdapat museum peninggalan purbakala hasil peradaban masyarakat dan kerajaan Banjar yang terletak dalam kompleks makam Sultan Suriansyah. Eksplorasi berbagai potensi di kampung Kuin Banjarmasin berdasarkan pengelompokan beberapa aspek dapat menjadi acuan untuk rencana pengembangan wilayah.
Pemerintah kota Banjarmasin pada tahun 2017 mulai berupaya mengembangkan potensi beberapa kampung dengan tingkat kunjungan sudah cukup besar seperti di wilayah kampung Kuin dengan merintis pembentukan pokdarwis. Pemerintah kota Banjarmasin pada tahun 2018 memiliki tujuan sekaligus tema hari jadi ke-492 yaitu “Memantapkan Banjarmasin sebagai Kota Sungai Berbasis Ekonomi Kreatif dan Smart City”. Terkait mewujudkan ekonomi kreatif di masyarakat, kuliner merupakan salah satu dari 16 subsektor ekonomi kreatif yang berpotensi besar untuk dikembangkan di kampung Kuin terutama adanya kuliner khas seperti soto Banjar/soto Kuin. Selain itu, terdapat 5 proses tahap pengembangan ekonomi kreatif yan perlu dijalani yaitu tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi dan konservasi. Berdasarkan hal-hal yang telah dieksplorasi sebagai potensi kampung, dapat menjadi basis data dalam menentukan langkah yang dilakukan dalam menjalani 5 proses tersebut. Pada tahapan akhir yaitu konservasi, terdapat nilai-nilai seperti konservasi budaya, sejarah dan lingkungan yang dapat dilakukan. Pariwisata merupakan sistem terpadu yang dapat dikembangkan di wilayah ini dengan mengedepankan prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).